Kamis, 25-07-2024
  • Assalaamu'alaikum, Selamat Datang di Laman Resmi MTSS Nurul Islam Wuluhan

Mengenal dan Menghayati Maulid Nabi

Diterbitkan :


Maulid Nabi

Maulid Nabi – Setiap tanggal 12 Rabiulawal, kita sebagai umat islam memperingati Hari Maulid Nabi, yaitu kelahiran Nabi Agung Muhammad saw. Belia dilahirkan di Mekah pada 12 Rabiulawal Tahun Gajah, bertepatan dengan 21 April 571 Masehi.

Menurut Prof, Dr. M. Quraish shihab, pakar tafsir Al Qur’an yang juga mantan menteri agama RI menyatakan bahwa peringatan Maulid Nabi tetap penting untuk dilaksanakan. Tujuannya, selain meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah, juga dalam rangka mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran.

Peringatan kelahiran Nabi sejatinya bukan semata-mata perayaan yang hampa makna atau sekadar berhura-hgura. Peringatan yang telah berkembang jauh setelah Rasul wafat tersebut merupakan ungkapan penghormatan tertinggi kepada beliau. Namun sebagian kelompok muslim, terutama kalangan Salafiyah dan Wahabi, berpendapat bahwa perayaan Maulid Nabi adalah bid’ah, bid’ah yaitu suatu kegiatan mengada-adakan dalam urusan agama.

Pendapat tersebut bisa saja benar apabila peringatan Maulid hanyalah ritual yang justru tidak menambah sentuhan mahabbah atau kecintan terhadap Nabi, menghamburkan materi, energi, dan waktu. Kendati tidak pernah diajarkan Nabi, perayaan hari lahirnya tetap bernilai ibadah selama berniat menghadirkan keteladanan Nabiyullah yang menjadi junjungan seluruh umat di dunia. Terlebih ketika umat islam dan peradaban dunia modern mengalami krisis keteladanan dalam melanjutkan amanah Tuhan di muka bumi.

Masyarakat muslim Indonesia menyambut Maulid Nabi dengan mengadakan perayaan keagamaan, seperti pembacaan salawat Nabi, syair Barzanji, kitab Maulid Ad-Diba’i, dan kitab Burdah, serta mengadakan pengajian ataupun salawatan. Menurut penanggalan Jawa, bulan Rabiulawal disebut bulan Mulud. Khusus di Yogyakarta dan Solo, terdapat ritual Grebeg Mulud yang biasa dirayakan dengan perayaan Sekaten yang diiringi dengan gamelan.

Diperkirakan, peringatan Maulid Nabi pertama kali muncul setelah diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi, seorng Gubernur Irbil di Irak, pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin al-Ayyubi (1138-1193). Pendapat lain bahwa gagasan tersebut justru berasal dari Sultan Salahudin sendiri. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad saw dan meningkatkan semangat kaum muslimin yang tengah berjuang melawan pasukan Kristen Eropa dalam Perang Salib. Sultan Salahuddin al-Ayyubi juga menyampaikan pesan bahwa peringatan Maulid Nabi menjadi sarna penting untuk membangkitkan semangat keislaman umat dengan meneladani akhlak dan kepribadian rasul.

Sungguh tak berlebihan jika sekarang pun peringatan ini menjadi kesempatan baik dan titik awal untuk memperbaiki diri, keluarga, dan membangun masyarakat. Bagaimanapun, memperingati hari lahir Nabi Muhammad saw sebagai manusia teladan untuk mengambil semangat pengabdian beliau saw sebagai hamba Allah swt yang mengabdi sepenuhnya kepada Sang Rabb.

Peringatan Maulid Nabi justru mengajak umat Islam untuk mengenal sejarah perjalanan hidup Rasulullah saw dan mengambil hikmah darinya. Ketika masih berusia tujuh bulan di dalam kandungan ibunda, ia telah menjadi anak yatim. Sayyid Abudullah, sang ayah, wafat sebelum sempat menimangnya. Kemudian pengasuhan Muhammad dipercayakan kepada Halimah, seorang ibu susuan dari Bani Sa’ad. Muhammad kecil tinggal bersama keluarga Sa’ad hingg mencapai usia lima tahun. usai berada dalam asuhan Halimah, kembalilah Muhammad kepad ibundanya, Sayyidah Aminah. Sayang, pada akhirnya Sayyidah Aminah pun wafat, dan sepeninggal ibunda tercinta, beliau diasuh sang kakek, Abdul Mutthalib. Untuk selanjutnya, perjuangan dan kesulitan hidup senantiasa mendera Rasul pilihan dan pencerah umat itu.

Sebelum kelahiran Muhammad saw atau sekitar 14 abad yang silam, terdapat tiga wilayah yang menjadi simbol kemegahan peradaban dunia, yaitu Romawi Timur atau Bizantium, Persia, dan india. Ketiganya memiliki ciri khas yang berbeda. Romawi Timur, yang kita kenal sebagai Imperium Byzantium dengan bala tentaranya yang dahsyat berhasil menguasai Yunani, Balkan, sebagian besar Asia, negara di sekitar Laut Tengah, Mesir, dan seluruh Afrika bagian utara. Meski wilayah kekuasaannya merambah ke berbagai belahan bumi, namun keterpurukan melanda di mana-mana. Maka terjadilah perang dingin atar mazhab agama mereka. Perang dingin tersbeut membuat masyarakat terbagi ke dalam berbagai tingkatan sehingga menimbulkn kesenjangan sosial. Ekonomi pun menjadi carut-marut, sehingga perng saudara antara rakyat dan pihak kaisar tak terhindarkan.

Di Persia, agama justru dijadikan dalih untuk berbuat semena-mena. Penindasan terhadap kaum leamh pun merajalela. Bahkan, para penguasa mengaku bahwa mereka adalah keturunan Tuhan. Titah raja harus disikapi sebagai titah Tuhan, sehingga kepongahanlah yang dipernkan. Seluruh kekayaan alam diakui sebagai milik penguasa. Rakyat menjadi korban pola hidup penguasa. Sementara itu, harta dan tenaga rakyat diperas untuk kepentingan pejabat kekaisaran.

Lain lagi halnya dengan India. Di sana, segala sesuatu yang menakjubkan dan menarik justru menjdai sembahan. Masing-masing benda memiliki Tuhan sendiri. Sementara itu, sistem kasta telah memupuskan rasa kemanusiaan bangsa India. Kasta brahmana sebagai penduduk kelas satu harus dimuliakan dan tidak boleh sengsara, meski paceklik melanda. Walaupun berbuat salah mereka tidak bisa disentuh hukum. Penduduk kelas dua, yaitu kasta ksatria, terdiri dari prajurit-prajurit perang. Para petani dan peagang menduduki kasta kelas tiga, kasta waisya. Budak yang keuukannya dianggap tak bernilai menempati kasta sudra DI mata hukum yang berlaku, mereka kerapkali dipandanga lebih hina daripada binatang dan diperlakukan scara tidak adil.

Kehidupan di ketiga wilayah besar tersebut sama sekali tak bisa memberikan jaminan kesejahteraan kepada kaumnya. Hal itu berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Akhirnya Muhammad saw lah yang dipilih llah swt untuk membaw misi suci dari langit, yakni agama Islam yang rahmatan lil ‘almin, sebagaimana tersebur dalam firman Allah swt “Dan engaku (Muhammad) tidak akan Kami utus, kecuali membawa rahmt untuk alam semesta”.

Prinsip kemanusiaan, kesetaraan, dan demokrsi adalah cita-cita Islam yang terbukti m,ampu membangun Negara Madinah, yang baldatun tayyibatun warabbun gafur. Makia dari itulah jika sejara dunia diibaratkan sebagai roda, maka sumbunya adalah peradaban Islam Klasik. Hal tersebut sekaligus menjadi bukti tentang kepemimpinan Nabi sebagai seorang negarawan.

Penulis : Kepala Madrasah

Editorial Lainnya




Jl. Panglima Besar Sudirman No. 133 Lojejer, Wuluhan, Jember, Jawa Timur, ID. 68162

mtsnuris27@gmail.com
www.mtsnuris.sch.id
(0336) 7124001

Agenda